Minggu, 28 Agustus 2011

Perlu Ruang Dialog Papua-Jakarta


SALATIGA, KOMPAS.com - Pemerintah perlu membuka dialog dengan masyarakat Papua dengan penuh keterbukaan. Ketidakseriusan pemerintah Indonesia dalam mengelola konflik di Papua akan terus menyemai ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah, dan kekerasan serta konflik akan terus terjadi.
Konflik dan kekerasan akan terus terjadi apabila Jakarta dan Papua tidak duduk bersama dalam melihat situasi Papua. Yang dibutuhkan masyarakat Papua adalah keterbukaan pemerintah pusat untuk mendengar apa yang diinginkan Papua.
-- Decky Wospakrik
"Konflik dan kekerasan akan terus terjadi apabila Jakarta dan Papua tidak duduk bersama dalam melihat situasi Papua. Yang dibutuhkan masya rakat Papua adalah keterbukaan pemerintah pusat untuk mendengar apa yang diinginkan Papua," demikian diungkapkan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih Papua, Decky Wospakrik, dalam diskusi panel tentang Separatisme di Indonesia; Akar Masalah dan Solusi, di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (27/7/2011).
Decky mengungkapkan, dialog yang pernah dilakukan pemerintah pusat dalam penyelesaian konflik Aceh, seharusnya dapat menjadi jalan awal dalam mengurai konflik berkepanjangan. Dialog dapat menghadirkan rasa saling terbuka tanpa ada rasa saling curiga antara pemerintah di Jakarta dengan Papua.
Penembakan yang masih terjadi selama ini banyak diklaim dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Padahal tidak ada bukti yang menujukkan penembakan itu dilakukan oleh OPM. "Hal itu harus benar-benar diusut, jangan-jangan ada pihak luar yang menyulut konflik," kata Decky.
Selama ini orang Papua, kata Decky, berusaha menunjukkan bahwa Papua bisa memiliki kemampuan yang setara denga n penduduk di Jawa, khususnya di Jakarta. Hal itu terbukti melalui prestasi yang ditorehkan klub sepak bola Persipura yang selalu bermain cemerlang.
"Namun, selama ini usaha-usaha itu seolah-olah hilang begitu saja dengan stigma gerakan separatisme. Maka, selama stigma itu belum hilang, konflik akan terus terjadi. Jika pemerintah terus membiarkan hal itu terjadi, orang Papua menjadi korban," ujar Decky.
Menurut Decky, hal yang paling diinginkan oleh masyarakat Papua adalah adanya keterbukaan dari pemerintah pusat. Keterbukaan meliputi pelurusan sejarah masuknya Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan melihat kembali pelaksanaan Perjanjian New York dan penentuan pendapat rakyat (Pepera).
Selain itu, pemerintah juga harus membuat suatu komisis r ekonsiliasi yang berhubungan dengan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di Papua, dan menguatkan kembali pelaksanaan otonomi khusus (otsus) Papua. Diskriminasi terhadap orang Papua juga harus dihentikan dengan mengeluarkan kebijakan affirmative.
Pengajar Magister Ilmu Hukum UKSW, Arie Siswanto, mengungkapkan, munculnya gerakan separatisme di suatu negara seharusnya menjadi alat koreksi terhadap terjadinya ketidakadilan. Separatisme juga menguat ketika pemerintah suatu negara dalam kondisi yang lemah.  

http://regional.kompas.com/read/2011/07/27/19414292/Perlu.Ruang.Dialog.Papua.Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar